Satu lagi tulisan mengenai salah satu suku di Indonesia. Kali ini saya mengangkat tentang suku terbesar di Papua, yakni suku Dani. Orang bilang, "kalau berkunjung ke Papua, belum lengkap jika tidak singgah di Wamena". Wamena adalah wilayah di mana suku Dani berasal. Daerah ini merupakan jantung dari Papua yang terletak di puncak tertinggi Papua. Di bawah ini saya sajikan sedikit pengetahuan tentang suku Dani di Wamena, Papua. Semoga tulisan ini semakin menambah pengetahuan anda. Selamat membaca. Dan semoga bermanfaat bagi orang papua.
A. Pendahuluan
Nama Dani sebagai nama suku diberikan oleh orang luar pada tahap-tahap awal suatu ekspedisi gabungan Amerika dan Belanda pada tahun 1926 pimpinan M.W. Striiling. Arti nama itu dan asal-usul kata itu tidak jelas, namun menurut catatan yang dikutip dari laporan Le Roux, nama Dani berasal dari bahasa Moni, yakni “Ndani” yang berarti “sebelah timur arah matahari terbit”. Para penduduk asli sendiri tidak tahu apa artinya kata itu dan tidak tahu siapa yang memberikan nama suku mereka. Masyarakat di sebelah lembah besar mengenal “Ndani” dalam pengertian “perdamaian”.
Dalam tradisi asli masyarakat Hubula
1). sendiri tidak pernah memberikan suatu nama untuk kelompok-kelompok sosial politik di wilayah lembah besar, tetapi setiap kesatuan politik memiliki nama-nama tertentu menurut aliansi dan konfederasi perang. Paham suku menurut masyarakat asli adalah sama dengan paham kesatuan aliansi dan konfederasi perang. Sering nama wilayah sama dengan aliansi dan konfederasi perang dan itu dimengerti oleh orang Hubula sebagai suku. Maka paham suku menurut pemahaman orang Hubula berbeda dengan pengertian modern, misalnya, aliansi Ohena sama dengan suku Ohena, demikian pula Kurima, Asolokobal, Wio atau Mukoko, Omarikmo.
Sejak dulu sebelum kontak dengan dunia luar, orang-orang yang bermukim di lembah besar ini memandang dirinya sebagai orang Hubula. Mereka menamakan dirinya Hubula untuk membedakan dirinya dengan orang-orang yang bermukim di luar lembah besar. Orang-orang di balik gunung sebelah utara dan timur disebut Yali, orang-orang di bagian selatan lembah dan di balik gunung disebut Kurima dan orang-orang di sebelah barat dan utara dari lembah besar disebut Palika. Namun nama Hubula untuk orang-orang yang bermukim di lembah besar tidak pernah dipakai, baik pada zaman ekspedisi, zaman misionaris, zaman pemerintah Belanda maupun zaman pemerintah Indonesia sampai sekarang. Nama Hubula sebagai nama suku untuk masyarakat asli di lembah besar ini mulai dipakai secara resmi setelah Kongres Papua tahun 2000 dan secara khusus sejak dibentuknya Dewan Adat Papua versi rakyat Papua pada 2001
.2). Pokok-pokok yang diangkat oleh penulis dalam tulisan ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan suku Dani pada umumnya. Sesuai dengan rujukan etnografi yang dipakai oleh penulis maka pembahasan tulisan ini diawali dengan pembicaraan seputar lokasi, lingkungan dan demografi. Pembahasan berlanjut dengan asal mula dan sejarah suku Dani. Bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi yang paling vital juga dibahas pada bagian berikutnya. Pada bagian selanjutnya juga dibahas tentang sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi dan kesenian. Pendapat penulis mengenai situasi aktual suku Dani, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pokok yang telah disebutkan menjadi bagian akhir dari pembahasan dalam tulisan ini.
Lokasi, Lingkungan Alam dan Demografi
3) Suku Dani menyebar di tengah dataran tinggi jantung pulau Cenderawasih – Papua Barat, pada ketinggian sekitar 1600 meter di atas permukaan laut. Di tengah-tengah pegunungan Jayawijaya terbentang luas Lembah Balim yang sering dijuluki lembah agung (Grand Valley), sepanjang ±15 km, dan bagian yang terlebar berjarak ± 10 km. Lembah Balim ini dialiri oleh sungai Balim (Palim = potong, diindonesiakan menjadi Balim/sungai yang memotong lembah besar), yang bersumber di lereng pegunungan Jayawijaya dan mengalir ke arah timur. Pada 139° BT sungai ini membelok dan terjun bergabung dengan sungai Mamberamo. Lembah Balim memiliki luas sekitar 1200 km2. Secara geografis Kabupaten Jayawijaya terletak antara 30.20º - 50.20º LS serta 137.19º sampai 141º BT. Batas-batas daerah Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai berikut : Sebelah utaraberbatasan dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Yapen Waropen, sebelah barat dengan Kabupaten Paniai, sebelah selatan dengan Kabupaten Merauke dan sebelah timur dengan negara Papua New Guinea, (BPS, Kabupaten Jayawijaya, 2007).
Lingkungan Alam
4). Jayawijaya beriklim tropis basah. Hal ini dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 17,50º C dengan curahhujan rata-rata 152,42 hari per tahun, tingkat kelembaban di atas 80%, angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot/jam dan terendah 2,5 knot/jam. Topografi Kabupaten Jayawijaya terdiri dari gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah yang luas. Diantara puncak-puncak gunung yang ada, beberapa di antaranya selalu tertutup salju, misalnya Pucak Trikora (4.750 m), Puncak Yamin (4.595 m)dan Puncak Mandala (4.760 m). Tanah pada umumnya terdiri dari batu kapur/gamping dan granit yang terdapat di daerah pegunungan, sedangkan di sekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan lumpur, tanah liat dan lempung.
Di daerah ini terdapat banyak margasatwa yang aneh dan menarik yang hidup di tengah-tengah pepohonan tropis yang luas dan beraneka ragam. Hutan-hutan tropis ditumbuhi oleh berbagai tumbuhan dan hutan cemara, semak rhodedendronds dan spesies tanaman pakis dan anggrek yang sangat mengagumkan. Dekat dengan daerah salju di puncak-puncak gunung terdapat tanaman tundra. Hutan-hutan juga memiliki jenis-jenis kayu yang sangat beranekaragam. Hutan-hutan dan padang rumput Jayawijaya merupakan tempat hidup kuskus, kanguru, kasuari dan banyak spesies burung misalnya cenderawasih, mambruk dan nuri. Selain itu juga ada jenis kupu-kupu yang beranekaragam warna dan coraknya.
Demografi
5) Kekerabatan suku Dani bersifat patrilineal. Garis keturunan dihitung dari satu kelompok nenek moyang mulai dari ayah sampai enam atau tujuh generasi. Perkawinan orang Dani bersifat poligini, di mana seorang laki-laki memiliki beberapa orang istri. Keluarga batih ini tinggal di satu satuan tempat tinggal yang disebut silimo. Satu silimo terdiri dari beberapa bangunan tempat tinggal istri-istri dan satu tempat tinggal pria. Dalam satu silimo bisa terdapat beberapa keluarga batih. Sebuah desa Dani terdiri dari tiga sampai empat silimo yang dihuni delapan sampai sepuluh keluarga.
Masyarakat Baliem (Dani) senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong menolong. Kehidupan kemasyarakatan suku Dani memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
* Masyarakat Dani memiliki kerja sama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Misalnya dalam membuka kebun baru. Laki-laki mengolah tanah hingga siap ditanami dan setelah itu kaum wanita menanam dan menyianginya.
* Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang biasanya dipimpin oleh seorang penatua adat/kepala suku. Musyawarah tersebut berlangsung atas permintaan pemilik bangunan atau rumah yang akan dibangun. Musyawarah biasanya dilakukan di rumah laki-laki (honai) atau kadang kala di halaman depan rumah laki-laki dari klen pemilik rumah. Dalam musyawarah itu dibicarakan lokasi atau tempat mendirikan bangunan, pembagian tugas dan waktu pelaksanaannya.
Jumlah penduduk Suku Dani di Lembah Balim ± 60.000 orang. Sebagian besar orang Dani berambut keriting, berkulit cokelat tua, dengan tinggi badan rata-rata 1,60 m. Tetapi ada pula yang tingginya mencapai 1,70 m. Selain itu, ada yang tingginya 1,53 m. Namun, ada juga orang Dani yang berambut ombak dan berkulit terang, seperti sebagian orang yang ada di wilayah Kurulu.
Asal Mula dan Sejarah Suku Dani.
6) Ada beberapa versi mitologi mengenai asal usul suku Dani. Asal usul itu sebagai berikut:
· Suku Dani berasal dari keturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maima di Lembah Balim Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Wita dan Waya. Keturunan kedua orang ini membagi masyarakat Dani dalam 2 moety/paruh masyarakat yaitu keturunan Wita dan Waya. Oleh karena itu orang Dani dilarang menikah dengan kerabat satu moety.
·
7) Nenek moyang orang Dani keluar dari suatu tempat yaitu mata air “Seinma” di sebelah selatan kota Wamena dan sebelah utara dari kecamatan Kurima. Mereka keluar pada waktu itu dalam dua kelompok (moiety) yaitu Wita dan Waya.
·
8) Manusia pertama yang hadir di dunia tinggal di gua Huwinmo (Maima) di lembah Pugima, dianggap sebagai cikal bakal masyarakat Balim. Ia disebut Nmatugi. Kedatangannya ke gua Huwinmo disertai oleh beberapa binatang melata, beberapa jenis unggas, di antaranya ular dan burung. Menurut legenda, pada suatu waktu terjadilah pertengkaran antara burung dan ular. Mereka sepakat bahwa bila ular menang maka manusia tidak mati (abadi) dan hanya akan berganti kulit seperti ular untuk memperpanjang kehidupannya. Sebaliknya, jika burung yang menang maka manusia harus mengalami kematian. Ternyata burunglah yang memenangkan pertengkaran itu, maka manusia tidak abadi. Mereka yakin dan percaya akan kebenaran legenda asal mula tersebut, tetapi mereka pun masih berharap akan mendapatkan kehidupan yang abadi, tanpa penderitaan, penuh dengan kegembiraan, keadilan dan kemuliaan. Mereka percaya bahwa sakit dan kematian dapat mereka hindari apabila terjalin hubungan yang baik antara manusia dan nenek moyangnya.
. Bahasa
9) Bahasa adalah salah satu sarana komunikasi yang paling vital. Di mana pun manusia berada, pasti menggunakan bahasa. Bahasa membantu setiap orang untuk berelasi dengan orang lain. Apa pun bentuknya, bahasa yang dimiliki oleh sekelompok orang tetap menjadi sarana komunikasi bagi kelangsungan hidup kelompok tersebut. Bahasa yang digunakan secara umum oleh suku Dani (sebutan buat orang-orang yang ada di lembah, yang digunakan oleh orang-orang dari suku Moni; mereka menyebutnya Ndani, sedangkan orang gunung menyebutnya Hubula/lembah) adalah bahasa Dani(Hubula) yang termasuk dalam rumpun bahasa non-Austronesia.
Jika dilihat dari penuturannya maka bahasa di daerah Jayawijaya dapat digolongkan menjadi tiga rumpun bahasa yaitu:
a. Rumpun bahasa Ok (ada juga di Papua New Nugini) bahasa Ngalum di Oksibil dan Kiwirok sekitarnya dengan kira-kira 10.000 penutur.
b. Rumpun bahasa Mee (belum jelas bagaimana bahasa tersebut digunakan).
c. Rumpun bahasa Balim. Rumpun bahasa ini dapat digolongkan ke dalam tiga sub rumpun yaitu: sub rumpun Yali-Ngalik, sub rumpun Balim Pusat dan sub rumpun Wano.
Hanya saja ada sedikit perbedaan dalam penuturannya (dialek) yang dibagi atas tiga wilayah penuturan, yakni:
1. Lembah Balim bagian Timur (Hetigima/sebelah timur Kecamatan Wamena Kota dan sebagian besar dari Kecamatan Kurima),
2. Wamena, Pugima, Kurulu, Musatfak dan sekitarnya (Lembah Balim Tengah),
3. Kimbim dan sekitarnya (Lembah Balim bagian Barat).
Misalnya; Nayak (sapaan selamat buat laki-laki, wilayah 1); Narak (wilayah 2), Nore (wilayah 3).
Sementara itu berdasarkan fonemik dari logat/dialek bahasa Dani yang diteliti oleh H.M Bromley
11). maka logat/dialek itu dibagi lagi menjadi sembilan jenis, yakni:
a. Logat Dani induk di daerah-daerah Lembah Balim Hulu.
b. Logat Dani bagian Barat di Lembah Ilaga, Sinak, Swart dan Hablifuri Hulu.
c. Logat Dani Wolo di sekitar sungai Wolo di lereng gunung Piramid.
d. Logat Dani Kimbim di sekitar sungai Kimbim dan Wosi.
e. Logat Dani Ibele sekitar sungai Bele.
f. Logat Dani Aikhe sekitar sungai Aikhe.
g. Logat Dani daerah Wamena dan sekitar sungai Uwe hingga kira-kira sungai Mugi.
h. Logat Dani Jurang di daerah yang menyempit di lembah sungai Balim.
i. Logat Dani Hablifuri di daerah Hablifuri.
Sistem Teknologi
Teknologi asli masyarakat suku Dani sangat sederhana. Alat-alat utama mereka terbuat dari batu yang gosok sampai halus, kayu dan sejenis bambu yang disebut lokop. Alat-alat yang terbuat dari batu antara lain kapak, pahat atau kapak tangan. Batu-batu dihaluskan sehingga berwarna hitam, kemudian dibuat tajam pada satu sisinya. Mata kapak dari batu dibentuk segi tiga dan diasah satu sisinya, kemudian diberi tangkai kayu. Tangkai dan mata kapak disambung dengan tali rotan yang dililitkan melintang dan saling tindih mengikat mata kapak pada tangkainya.
Masyarakat Balim mengenal bermacam-macam kapak, antara lain:
· Ewe Yake untuk membelah kayu,
· Yake keken untuk memotong,
· Yake Kewok (bentuknya seperti cangkul) untuk mengorek tanah.
Untuk keperluan berkebun selain yake kewok, mereka juga menggunakan tongkat penggali (digging stick) untuk membalik-balikkan tanah agar menjadi gembur. Lubang-lubang untuk memasukkan bibit dibuat dengan menggunakan kayu yang diruncingkan.
12) Tongkat penggali (digging stick) orang Dani panjangnya 1½-2 meter dan tajam pada kedua ujungnya. Tongkat ini digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas berat seperti membalik tanah. Tongkat untuk perempuan panjangnya 2-3 meter dan digunakan untuk penyiangan, penanaman dan pemanenan. Ada juga pisau bambu yang terdiri dari empat bagian bambu muda kira-kira 6-8 inci panjang dan cukup tajam untuk menyembelih daging, memotong rambut, dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga pisau yang terbuat dari tulang rusuk babi.
13) Orang Dani memiliki kantong berbentuk seperti jaring yang disebut noken. Noken terbuat dari serat pohon melinjo (Ganemo). Perempuan Balim pada umumnya mengenakan tiga lapis noken yang digantungkan dari dahi ke punggung. Noken pertama yang paling bawah berisi hipere, noken kedua berisi anak babi, dan noken yang ketiga berisi bayi sang ibu.
14) Dalam masyarakat Dani juga ditemukan semacam dayung yang tampaknya digunakan sebagai sekop sederhana. Di Dani bagian Barat digunakan semacam dayung (eleebe) untuk menggali dan mengeluarkan hipere/hom yang ditimbun dalam abu panas. Selain itu, orang Dani juga menggunakan kayu yang dibelah bagian ujungnya dan berfungsi untuk memindahkan batu panas ke dalam lubang untuk memasak daging. Variasi yang kecil dari kayu penjepit ini digunakan di rumah untuk mengambil ubi (hipere) panas dari abu.
Orang Dani juga memiliki berbagai peralatan lain, yakni:
- molige yaitu sejenis kapak batu yang ujungnya diberi besi, digunakan untuk menebang pohon;
- sege yaitu sejenis tugal, untuk melubangi tanah;
- korok yaitu parang untuk membersihkan ilalang;
- valuk yaitu sejenis sekop untuk mencangkul tanah;
- wim yaitu sebutan untuk busur;
- panah sege yaitu sebutan untuk berbagai benda yang ujungnya runcing.
16) Alat lain yang biasa dibawa oleh para lelaki Dani di dalam noken adalah kotak peralatan untuk membuat api yang terdiri dari kayu kecil yang terbelah di bagian tengahnya, batu, dan gulungan tumbuhan merambat kering untuk menyulut api.
5. Sistem Mata Pencaharian
17) Nenek moyang orang Dani tiba di Papua sebagai hasil dari suatu perpindahan manusia yang sangat kuno dari daratan Asia ke kepulauan Pasifik Barat Daya Irian Jaya. Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih pra-agraris, yaitu baru mulai menanam tanaman dalam jumlah yang sangat terbatas.
Mata pencaharian pokok suku Dani adalah:
1) Bercocok tanam ubi kayu dan ubi jalar yang disebut hipere
Ubi Jalar (hipere) adalah tanaman terpenting dan utama. Mereka juga menanam keladi (hom), tebu (el), pisang (haki) dan berbagai jenis sayur mayur secara tumpang sari, misalnya, jagung, kedelai, buncis, kol, dan bayam, sebagai tanaman yang baru diperkenalkan dari luar daerah. Kebun-kebun milik suku Dani dibagi atas 3 jenis yaitu :
a. kebun-kebun di daerah rendah dan datar yang diusahakan secara menetap,
b. kebun-kebun di lereng gunung,
c. kebun-kebun yang berada di antara silimo.
Kebun-kebun tersebut biasanya dikuasai oleh sekelompok atau beberapa kelompok kerabat. Batas-batas hak ulayat dari tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung atau jurang. Dalam mengerjakan kebun, orang Dani masih menggunakan peralatan sederhana, seperti tongkat kayu yang berbentuk linggis (digging stick) dan kapak batu.
Beternak babi
Babi dipelihara dalam kandang yang bernama Wamai (Wam artinya babi; Ai artinya rumah). Kandang babi ini berupa bangunan berbentuk empat persegi panjang. Bagian dalam kandang ini terdiri dari petak-petak yang memiliki ketinggian sekitar 1,25 m dan ditutupi dengan bilah-bilah papan. Bagian atas kandang berfungsi sebagai tempat penyimpanan kayu bakar dan alat-alat kebun. Bagi suku Dani, babi berguna untuk dimakan dagingnya, darahnya dipakai dalam upacara magis, tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan, tulang rusuknya untuk pisau pengupas ubi, alat tukar, dan sarana menciptakan perdamaian bila ada perselisihan.
Berdagang
Suku Dani juga melakukan kontak dagang dengan kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya. Sistem perdagangan mereka adalah sistem barter sedangkan barang-barang yang dipertukarkan adalah kulit siput, noken, kapak batu, pita-pita yang dihiasi dengan siput kauri, batu untuk membuat kapak dan hasil hutan seperti kayu, serat, dan bulu burung.
18) Perdagangan ini terbatas antar klen dan dapat berkembang keluar apabila mereka mau menukarkan benda-benda mereka dengan sejenis kayu yang dipakai untuk membuat busur dan anak panah. Perdagangan ini juga hanya terbatas pada kebutuhan mereka sehari-hari.
Organisasi Sosial
19 Organisasi kemasyarakatan pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan, dan berdasarkan kesatuan teritorial.Unit terkecil dari ikatan sosial masyarakat lembah Baliem adalah keluarga luas, yang biasanya terdiri dari tiga generasi dan bersifat patrilokal. Keluarga luas ini tinggal dalam satu sili dengan jumlah anggota pada umumnya belasan atau paling banyak sekitar dua puluhan. Di dalamnya biasa tinggal orang tua laki-laki, beberapa anak perempuan dan laki-laki generasi kedua beserta isteri dan anak-anak mereka. Kepala keluarga luas dipilih lewat musyawarah. Beberapa keluarga luas tergabung dalam klen kecil. Klen kecil ini bisa diisi oleh beberapa keluarga luas dari fam yang sama atau dari fam yang berbeda. Indikatornya adalah kepala klen kecil ini menguasai satu wilayah tanah tertentu dan biasanya tinggal dalam kesatuan pemukiman seperti kampung, yang dalam bahasa setempat disebut yukmo. Sebuah klen kecil merupakan kelompok kerja dalam bertani, khususnya pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan gotong-royong, seperti membersihkan lahan dan membuat pagar.
Lebih tinggi dari itu, ada klen besar yang merupakan gabungan dari klen-klen kecil dalam aliansi teritorial yang jelas. Fungsi utama dari organisasi sosial ini adalah sebagai aliansi untuk keperluan perang, kesatuan adat, terutama upacara-upacara adat yang besar seperti pesta babi. Setiap klen besar selalu memiliki honai adat.
20) Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yang disebut Ap Kain yang memimpin desa adat Watlangka. Selain itu, ada juga 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidangnya sendiri-sendiri. Suku-suku itu adalah:
Ø Ap Menteg yaitu kepala suku perang yang memimpin desa adat Silimo Mabel. Di Silimo inilah disimpan benda-benda perang dan perdamaian.
Ø Ap Horeg yaitu kepala suku kesuburan yang memimpin desa adat Silimo Logo. Di Silimoinilah disimpan benda-benda kesuburan.
Ø Ap Ubalik yaitu kepala suku adat atau penyembuhan yang memimpin desa adat Silimo Dabi. Di silimo inilah disimpan benda-benda adat.
7. Pandangan Suku Dani Terhadap Alam Semesta dan Sesama
21) Orang Dani memandang dunia mereka sebagai suatu alam semesta yang hidup. Seluruh alam semesta khususnya matahari diibaratkan sebagai seorang ibu. Pada waktu panen pertama sebuah kebun baru, mereka menyisihkan beberapa ubi yang besar untuk matahari. Di perkampunganWatlangka, terdapat batu-batu matahari, konon bahwa batu tersebut berasal dari matahari. Secara berkala mereka mempersembahkan seekor anak babi untuk matahari. Mereka yakin bahwa pada malam hari matahari kembali ke rumahnya di suatu lembah tertentu. Matahari dipandang sebagai seorang wanita, namun dipandang juga sebagai perlengkapan perang bagi laki-laki. Dikisahkan bahwa pada mulanya langit dan bumi terletak berdampingan, namun manusia pertama yaitu Nakmaturi yang serakah, menciptakan guntur dan memisahkan langit dari bumi. Meski demikian, matahari masih tetap bersama manusia. Semuanya menikmati perdamaian. Tetapi suatu waktu manusia mulai saling berkelahi. Matahari pun menarik diri, pergi ke langit dan tidak menghiraukan manusia lagi. Dia hanya memandang manusia dari atas sana.
Menurut orang Dani, tanah adalah milik bersama secara adat, walaupun dalam sistem kepemilikan bersama itu masih ada tuan-tuan tanah yang mempunyai wewenang khusus. Di dalam perang suku, tanah harus dipertahankan mati-matian dan tidak jarang terjadi bahwa tanah harus ditebus dengan darah. Jual beli tanah tidak dikenal suku Dani. Mereka menggunakan tanah secara bersama-sama.
Manusia pada mulanya juga hidup bersama dengan hewan. Namun, ketika manusia membagi-bagi hewan menurut jenisnya, marahlah hewan-hewan itu dan tidak mau hidup dengan manusia lagi. Hal ini tidak berlaku bagi burung-burung. Manusia tetap hidup berdampingan dengan mereka sehingga orang-orang Dani pantang memakan burung-burung tertentu.
22) Bagi orang Dani, babi adalah binatang peliharaan yang sangat penting. Babi selalu mewarnai pesta-pesta adat, khususnya pada saat pesta babi (Wam Mawe). Dalam pesta babi ini, diadakan berbagai acara yang merupakan unsur pokok dari pesta babi itu sendiri, misalnya, perkawinan massal, acara balas budi (bila seseorang mendapat kebaikan hati dari orang lain, khususnya pada waktu mengalami musibah, ia dapat membalas kebaikan itu pada saat pesta babi), dan inisiasi bagi anak-anak yang mulai menginjak dewasa. Pesta babi haruslah semarak, sehingga jauh sebelum acara pesta babi, orang tidak diperkenankan membunuh babi, sekalipun ada kematian. Surga digambarkan oleh suku Dani sebagai suatu keadaan yang penuh babi-babi besar dan petatas-petatas yang subur.
Selain itu, hutan-hutan yang berada di sekitar perkampungan atau di lereng-lereng bukit tidak boleh ditebang, bahkan kayu yang sudah kering dibiarkan busuk saja. Menurut mereka di dalam hutan-hutan itu berdiam jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal atau tempat kediaman nenek moyang mereka. Kayu yang dipergunakan untuk kebutuhan hidup harus dicari di tempat yang jauh.
23) Hal ini menunjukkan bahwa orang Dani sangat menghormati jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Sementara itu, pandangan orang Dani tentang sesama dapat dilihat dalam pembahasan mengenai sistem pengetahuan di bagian pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan hidup.
Sistem Pengetahuan
24) Suku Dani merupakan salah satu suku yang mempunyai peradaban yang sangat tinggi. Hal itu bisa dilihat dari pengetahuan mereka untuk menciptakan sesuatu yang berguna dan membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan mereka itu dapat dilihat dari kenyataan hidup seperti berikut ini.
a. Pembuatan pakaian tradisional (koteka, sali dan yokul)
Orang Dani tahu bahwa ada bagian tertentu dari tubuh yang harus ditutup, yakni bagian kemaluan. Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki sedangkan yokal untuk perempuan yang sudah menikah dan sali untuk gadis. Koteka (holim/horim) terbuat dari kulit labu air. Isi dan biji labu tua itu dikeluarkan dan kulitnya dijemur. Ukurannya biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna pada saat bekerja atau upacara adat. Koteka yang pendek umumnya dipakai pada saat kerja sedangkan koteka yang panjang digunakan pada saat upacara adat.
Pembuatan silimo (kampung)
25) Orang-orang suku Dani sudah mengetahui bagaimana cara membuat rumah sebagai tempat hunian yang baik dan aman. Hal ini dapat terlihat dari keahlian mereka dalam membuat silimo. Dengan demikian maka kita dapat menyimpulkan bahwa suku Dani tidak mengalami kehidupan nomaden.
. Pembuatan kebun
26) Hampir seluruh lembah dan lereng-lereng gunung digarap secara intensif dan efektif. Kebun-kebun dikelilingi oleh suatu jaringan drainase. Lereng-lereng gunung pun digarap dan dilengkapi dengan teras-teras. Tanamannya tumbuh subur di mana-mana. Hal yang amat mengherankan di lembah besar itu sejak dulu ialah ketelitian dalam membuat parit-parit dan kampung yang jarang dimiliki oleh orang-orang dari suku lain.
27) Orang Balim umumnya dan suku Dani khususnya memiliki pengetahuan akan keutamaan-keutamaan hidup yang bernilai tinggi. Keutamaan-keutamaan itu ialah:
1) Relasi dengan sesama, dengan leluhur dan dengan alam sekitarnya. Relasi ini merupakan hal yang amat penting.
2) Membagi dengan orang lain apa yang dimiliki. Orang Balim suka memberi rokok, makanan dan sebagainya kepada siapa saja yang hidup bersama dengan mereka.
3) Kebersamaan: Orang Balim hidup bersama dalam kampung, rumah laki-laki (honai) atau rumah keluarga (ebeai) tanpa dinding pemisah dan ruangan pribadi. Mereka tidak memiliki banyak privacy namun sekaligus otonom dan bebas. Mereka biasa kerja bersama, masak bersama dan makan bersama. Justeru di sinilah letak kekuatan mereka yaitu kebersamaan.
4) Kesuburan manusia, hewan, tanah dan sebagainya merupakan hal yang amat diharapkan oleh orang Balim. Mereka akan berusaha memperoleh kesuburan itu dengan mentaati peraturan hidup yang diwariskan oleh para leluhur. Lemak babi merupakan lambang kesuburan mereka.
5) Bekerja termasuk nilai yang baik bagi orang Balim. Mereka menyadari bahwa segala kebutuhan tersedia di dalam tanah. Mereka harus bekerja keras untuk mengolah tanah itu. Dengan demikian maka orang Balim sejati sebenarnya tidak boleh mengemis. Mereka bangga kalau bisa mengurus dirinya secara mandiri.
Sistem Religi
28) Suku Dani sangat menghormati nenek moyangnya. Penghormatan mereka biasanya dilakukan lewat upacara pesta babi. Orang Dani beranggapan bahwa nenek moyangnya berasal dari daerah bumi sebelah timur yang disebut Libarek. Menurut mitologi Dani nenek moyang di Libarekberasal dari langit. Tetapi karena ada sebagian dari mereka yang sering mencari ubi, tali langit tersebut diputus dan mereka harus tinggal di bumi, bekerja keras menanam hipere (sejenis ubi jalar yang besar), dan beternak babi.
Orang Dani juga percaya pada roh yaitu roh laki-laki (Suanggi Ayoka) dan roh perempuan (Suanggi Hosile). Roh-roh ini menitis pada tumbuhan, hewan dan benda-benda. Roh orang mati, setelah meninggalkan tubuhnya tinggal di hutan.
Suku Dani mempercayai Atou, yaitu kekuatan sakti yang berasal dari nenek moyang yang diturunkan kepada anak laki-lakinya. Kekuatan sakti ini antara lain: kekuatan menjaga kebun, kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala, dan kekuatan menyuburkan tanah. Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka. Lambang ini terbuat dari batu keramat berbentuk lonjong yang diasah hingga mengkilap.
Orang-orang Dani meyakini bahwa manusia, babi dan pohon kasuari bersaudara. Untuk setiap bayi yang lahir, ditanam satu pohon kasuari, sehingga pada saat kematiannya, ada persediaan kayu bakar untuk membakar mayatnya. Pohon kasuari yang termasuk keluarga pinus menurut kosmologi lokal bersaudara dengan babi sebab bulu-bulu anak babi yang masih kasar dan bercorak belang-belang menyerupai daun pohon kasuari. Pandangan inilah yang membuat perempuan Balim sangat akrab dengan babi.
Kesenian
29) Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari:
Cara membangun tempat kediaman mereka yaitu silimo yang terdiri dari beberapa bangunan:
Honai, merupakan sebutan untuk rumah pada umumnya. Honai berasal dari kata hun yang berarti pria dewasa dan ai yang berarti rumah. Jadi secara harafiah, honai berarti rumah untuk pria dewasa. Honai berbentuk bulat, atapnya seperti kubah dari daun ilalang. Garis tengahnya bisa mencapai 5 sampai 7 meter.
o Ebeai yaitu rumah wanita. Ebe artinya tubuh atau pusat dan ai artinya rumah. Jadi secara harafiah ebeai artinya rumah tubuh atau rumah induk. Ebeai sama persis dengan honai, hanya garis tengahnya lebih pendek.
o Wamai artinya kandang babi. Wam artinya babi dan ai artinya rumah. Jadi secara harafiah wamai artinya rumah babi atau kandang babi. Wamaiberbentuk persegi panjang dan disekat sebanyak jumlah ebeai. Wamai juga terletak dalam lingkungan silimo. Silimo sendiri berbentuk oval dan dipagari oleh pagar kayu.30 b. Kerajinan tangan berupa anyaman kantong jaring penutup kepala, pengikat kepala dan pengikat kapak.
Seni tari Balim, terdiri dari:
* Hunike, salah satu tarian yang dimainkan oleh satu orang atau beberapa orang secara bersama, berjejer dan terpisah dari kelompok pengiring lagu. Tarian ini paling sering dilakukan pada saat upacara perayaan kemenangan perang.
* Hologotiik, salah satu gerak tari yang diperankan dalam posisi berdiri atau melompat di tempat.
* Dipik/Walin, merupakan tarian rakyat yang dimainkan dengan cara membuat lingkaran dengan sebuah regu atau kelompok penyanyi berada di tengah. Tarian ini dilakukan pada saat pesta pernikahan, inisiasi, dan upacara lain yang dilaksanakan bersamaan dengan pembunuhan babi.
* Hulung, adalah tarian rakyat yang dimainkan secara beramai-ramai ke sana ke mari dalam jarak yang dekat sambil bernyanyi bersama. Tarian ini dilaksanakan pada saat upacara inisiasi bagi anak laki-laki, upacara pernikahan dan upacara mawe (pesta babi).
* Tem/Sekan, merupakan tarian pergaulan yang dilaksanakan oleh muda mudi di dalam honai dan dapur. Tari ini dimainkan dengan cara duduk berjejer saling berhadapan muka antara putera dan puteri sambil menyanyikan lagu-lagu rakyat.
* Hisilum, merupakan tarian pergaulan muda-mudi untuk mendapatkan jodoh. Gerakan tari ini menggunakan bahasa isyarat sambil menyanyi di tiap kelompok, baik kelompok pria maupun wanita dengan melambai-lambaikan tangan.
Masyarakat Dani memiliki tiga macam lagu tradisional (etai), yaitu:
31) Etai Ewe Etai, merupakan jenis lagu-lagu utama yang dinyanyikan baik pada acara-acara resmi maupun pada acara-acara tidak resmi. Lagu yang dinyanyikan dalam acara-acara resmi, misalnya: lagu kemenangan dalam perang (ap wataresik), lagu pada saat inisiasi (ap wayama), lagu saat pesta perkawinan (heugumo/heyokalma), lagu pada saat pesta mawe (wam eweakowa), dan lagu pada saat haid pertama bagi anak gadis Balim (he hotarlimo). Lagu yang tidak resmi biasa dinyanyikan spontan pada saat membuat honai dan membuka kebun baru.
· Etai Wene Pugut, merupakan salah satu bentuk lagu tradisional Balim yang dinyanyikan dengan saling berbalasan pantun/syair. Isinya adalah ungkapan perasaan emosional, kritikan-kritikan dalam kehidupan sehari-hari, pesan-pesan tertentu dan sebagainya. Etai wene pugut dinyanyikan pada saat pesta pernikahan (he yokal), pada saat pengusiran roh orang mati dari tubuh seseorang (hat waganegma), saat atraksi tukar gelang (sekan/tem kotilogolik), saat bersantai (heselum hagatilogolik).
· Etai Lee Wuni atau Dee Wuni. Lee berarti ratapan/tangisan dan Wuni berarti lagu, jadi lee wuni adalah lagu ratapan yang isinya mengandung syair-syair tentang peristiwa-peristiwa tertentu.
· Wesa Etai, yakni lagu yang berisikan doa-doa baik kepada leluhur maupun Tuhan.32) e. Jenis musik tradisional Jayawijaya dapat dibedakan atas beberapa jenis musik, yaitu:Musik Pikon, yaitu sejenis musik yang dihasilkan oleh alat musik tiup sekaligus bertali yang kalau ditiup sambil menarik tali tersebut akan menghasilkan tiga nada dasar yaitu Do, Mi, dan Sol. Musik Witawo, yaitu sejenis musik yang dihasilkan dari Lokop (sejenis bambu muda yang beruas-ruas), dimainkan dengan cara ditiup. Tinggi rendahnya bunyi sangat ditentukan oleh ukuran dari lokop; yang panjang menghasilkan bunyi yang rendah sedangkan yang pendek menghasilkan bunyi yang tinggi.
· Musik Aneletang, yaitu musik yang dihasilkan dengan cara dipukul untuk menarik perhatian orang dalam tarian. Jenis musik ini dapat dihasilkan dari sejumlah anak panah yang disatukan lalu dipukul (sike tok), sejumlah pion yang dipotong-potong dan diikat lalu dipukul (pion tok), dan batu-batu yang dipukul (helekit).
· Musik Ane Tutum, yaitu jenis musik yang dihasilkan dari kulit yang ditabuh seperti gendang, yakni tifa. Tifa terbuat dari jenis pohon weki dan kepi.
33) 11. Situasi Aktual Suku Dani
a) Peralihan dari kehidupan yang tergantung pada pertanian kecukupan ke ketergantungan pada pendapatan berupa uang.
34) Keadaan suku Dani sebelum perubahan memperlihatkan suatu pola hidup sederhana, nafkah hidup mereka pas-pasan, kebutuhan-kebutuhan mereka terbatas dan dapat dipenuhi secara sederhana. Untuk makan bisa diambil dari kebun dan yang lain diambil dari alam.Kebutuhan mereka kian hari kian membengkak dan pemakaian benda-benda dari luar memperlihatkan suatu perubahan dalam kehidupan mereka. Mereka telah menggunakan parang, kapak besi, dan sekop untuk mengerjakan kebun. Mereka mengkonsumsi beras dan menggunakan alat masak dari luar untuk memasaknya. Pencurian babi, ayam, dan hasil kebun semakin populer. Tidak jarang terjadi bahwa ada orang yang menemukan babi atau ayamnya ditangan pihak ketiga yang telah membeli dari pencuri. Motif pencurian adalah untuk mendapatkan uang.
b) Perubahan nilai-nilai
35) Dengan adanya perubahan pola hidup sederhana ke pola hidup yang lebih luas dan kompleks, maka nilai-nilai budaya pun semakin ditantang bahkan ada yang ikut tergeser. Kaum tua yang semakin gigih mempertahankan nilai-nilai budaya tidak mampu berbuat banyak. Di depan mata mereka menyaksikan anak-anak dan cucu mereka ikut menghancurkan nilai-nilai kebudayaan yang dulu sangat dihormati dan ditaati.
Hidup gotong royong bukanlah barang impor dari luar. Ini adalah milik suku Dani. Dengan semangat gotong royong itu, mereka menciptakan suatu hidup persaudaraan yang bermutu dan menjadikannya semakin hidup, namun nilai ini mulai samar-samar. Kebun-kebun yang dulunya dikerjakan secara beramai-ramai mulai dari membuka lahan sampai menanam, kini dikerjakan oleh pemiliknya sendiri dengan bantuan satu atau dua teman.
Benda-benda budaya pun mulai diperdagangkan, misalnya mumi yang dulunya disembunyikan tetapi kini dipamerkan sebagai objek wisata untuk mendatangkan uang. Batu Kaneke dan peranannya mulai hilang dan mulai diperdagangkan di mana-mana. Tanah yang dulunya dipertahankan dan direbut dengan darah para pahlawan melalui perang suku, kini dengan mudah dijual oleh oknum tertentu secara diam-diam dengan harga yang relatif rendah.
c) Agama
36) Mayoritas masyarakat suku Dani sampai saat ini memeluk agama Kristen. Namun, ada sebagian kecil masyarakat yang bergama Islam. Interaksi suku Dani dengan agama Islam sudah dimulai sejak peristiwa integrasi dengan Republik Indonesia sekitar tahun 1960-an. Agama Islam dibawa oleh para transmigran dan guru-guru dari daerah Jawa dan berpusat di daerah Megapura.
d) Pendidikan
Dalam hal pendidikan, pada mulanya para kepala suku menolak anaknya untuk disekolahkan. Namun, sejalan dengan waktu dan tuntutan modernisasi, lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah yang dibangun para missionaris barat dan pemerintah Indonesia mulai menarik minat Suku Dani. Secarabertahap ada anak suku Dani mulai dididik dan sekaligus dibaptis. Putra Balim yang telah menjadi sarjana pioner antara lain adalah David Huby, Simeon Itlay, Benny Hilapok, Agus Alua, Bartol Paragaye, Bonafasius Huby, Alpius Wetipo, Tobias Itlay, Damianus Wetapo, Dominicus Lokobal, Benny Huby, Vincent, Jelela Wetipo, Tadius Mulait dan lain-lain. Deretan intelektual pertama Papua yang merupakan hasil godokan para missionaris, misalnya, Benny Giay, Sofyan Nyoman (Protestan), Agus Alue Alua, David Huby (Bupati Kab. Jayawijaya, tahun 1999-1996), dan Niko Asso-Lokowal (Katolik).
37) Sekarang ini telah banyak orang Dani yang mengecap pendidikan. Kalangan intelektual suku Dani pun sudah tak terhitung banyaknya. Namun lebih dari itu, pendidikan tetaplah merupakan suatu hal yang harus terus dikembangkan dalam masyarakat suku Dani.
Kesimpulan
Setiap suku di suatu daerah pasti memiliki ciri khas kebudayaannya masing-masing. Ciri ini membedakan satu suku dengan suku yang lainnya. Hal yang sama juga terlihat pada suku Dani. Dari hasil pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa suku Dani memiliki kekayaan etnografi yang bernilai tinggi. Semuanya nampak jelas dalam berbagai segi kehidupan masyarakatnya, misalnya dalam bidang pertanian. Sejak dulu masyarakat Dani sudah mengenal cara berkebun yang sangat maju. Hal ini terbukti lewat cara pembuatan bedeng-bedeng yang dilengkapi dengan parit-parit di pinggirnya untuk mempermudah irigasi. Hal lain juga bisa terlihat dari cara mereka membuat rumah yang diatur sedemikian rupa sehingga membentuk kompleks pemukiman yang rapi.
Ketika berhadapan dengan arus modernisasi, suku Dani tetap berusaha mempertahankan ciri khas budayanya, meskipun terjadi banyak perubahan dalam seluruh aspek kehidupan. Perubahan yang dimaksud menyebabkan terjadinya asimilasi, inkulturasi dan konfrontasi dengan budaya setempat. Jika dilihat secara sepintas maka kehidupan suku Dani yang sekarang sudah mulai berbeda dari kehidupan beberapa generasi suku Dani terdahulu. Meskipun demikian, ada tradisi-tradisi tertentu yang masih dilaksanakan dan dipertahankan keasliannya
Belum ada tanggapan untuk "Budaya Atau Tradisional Di Wilaya Papua,"
Posting Komentar